Menjadi seorang Guru mungkin banyak
diidamkan saat dewasa ini. Seorang Guru ketika berada di dalam kelas
diibiratkan sebagai seorang pedagang yang sedang menjual barang dagangannya.
Calon pembelinya adalah siswa-siswinya. Barang dagangannya adalah ilmu
pengetahuan yang dimilikinya. Layaknya seorang pedagang yang akan melakukan
promosi apa saja untuk membuat dagangannya laku terjual, Gurupun juga demikian.
Guru akan melakukan apa saja untuk membuat para siswa-siswinya tertarik pada
materi yang diajarkan oleh Guru tersebut.
Tanda bahwa barang dagangan Guru tersebut
laku keras dapat dilihat dari hasil review akhir yang biasanya diletakkan di
akhir mata pelajaran atau proses pembelajaran. Pada proses review ini, Guru
biasanya akan menanyakan kembali materi yang telah disampaikan dan memastikan
bahwa semua materi telah disampaikan dan dipahami siswa-siswinya.
Ketika dalam proses review tersebut seluruh
siswa dapat menjawab pertanyaan dengan sempurna, maka secara tidak langsung hal
itu telah menunjukkan bahwa Guru tersebut telah sukses berdagang, dan barang
dagangannya yaitu ilmunya telah laku terjual. Namun jika masih ada beberapa
atau bahkan hampir seluruh siswa ada yang belum paham materi yang disampaikan,
makan hal ini secara tidak langsung telah menunjukkan bahwa Guru tersebut
kurang berhasil dalam berdagang.
Dan bila hal ini terjadi, yang harus dia
lakukan adalah mengevaluasi kembali cara berdagangnya, yaitu dengan menyakan
banyak hal pada dirinya sendiri. Pertanyaanan yang biasa diajukan dalam proses
intorpeksi diri ini biasanya berkutat pada empat hal, yaitu adalah apakah calon
pembelinya punya cukup uang untuk membeli barang dagangan atau tidak, atau
dengan kata lain apakah harga barang dagangannya terlalu mahal atau tidak, yang
kedua yaitu apakah dagangannya telah dikemas dalam wadah yang menarik atau
tidak, yang ketiga apakah barang dagangannya telah bervariasi atau monoton, dan
yang terakhir adalah apakah barang dagangannya sudah cukup berkualitas ataukah
tidak.
Pertanyaan pertama tentang kemampuan
pembeli yang disebutkan diatas sebenarnya dimaksudkan untuk menanyakan apakah
kemampuan siswa-siswi Guru tersebut telah cukup untuk menangkap isi materi
ataukah tidak. Yang dimaksudkan dengan harga mahal disini adalah materi yang
diajarkan apakah terlalu rumit ataukah terlalu tinggi bagi siswa-siswinya
ataukah tidak. Masalah yang dijumpai tentang kesulitan yang berhubngan dengan
daya tangkap siswa terhadap mata pelajaran ini biasanya terjadi di sekolah-sekolah
yang berada di daerah, atau sekolah swasta dengan fasilitas yang minim. Banyak
Guru terlalu berharap tinggi bahwa siswa mereka akan mampu menyerap semua
materi, padahal input sekolah tersebut tidak terlalu bagus, artinya siswa yang
masuk ke sekolah tersebut kemampuan belajarnya masih jauh di bawah standar,
andai Guru menjumpai masalah seperti ini, maka yang bisa Guru lakukan adalah
menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.
Penyesuaian diri ini banyak sekali caranya,
yang pertama Guru bisa menurunkan Standard Kompetensi yang hendak di capai
sehingga anak-anak menjadi lebih mudah menangkap pelajaran karena tingkat
kesulitan materi tersebut menurun, akan tetapi cara ini tidak dianjurkan. Yang
kedua adalah dengan tetap menggunakan Standard Kompetensi normal namun jumlah
tatap mukanya ditambah. Penambahan jumlah tatap muka ini dilakukan untuk
mengatasi siswa-siswi yang slow learner, yaitu dengan mengulang lagi materi
dalam bentuk remidial teaching atau dengan memperbanyak latihan. Yang ketiga
Guru tetap mengajar seperti biasa, namun materi yang diajarkan harus
disampaikan sesimpel mungkin sehingga siswa yang memiliki masalah belajar ini
mampu mengingat materi dengan cepat. Cara yang ketiga inilah yang terberat
dilakukan Guru karena Guru harus dapat merencanakan kegiatan pembelajaran
seefektif mungkin. Guru diharuskan pula menjadi penggagas ide yang berhubungan
dengan mata pelajaran siswa.
Kemasan barang dagangan yang dimaksud pada
pertanyaan kedua disini adalah kemasan materi yang disampaikan, apakah cara dia
menyampaikan materi telah dapat membuat siswa-siswinya antusias untuk
mendengarkan, seberapa sering dia melemparkan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya dan berdiskusi, seberapa sering dia melontarkan humor-humor segar
namun mendidik, Apabila kekurangannya terletak disini, maka Guru tersebut
tersebut wajib memberikan catatan dan mencarikan solusinya. Solusi yang
ditemukan biasanya berupa metode mengajar simpel namun mudah diingat.
Yang dimaksud variasi barang dagangan pada
pertanyaan ke tiga adalah variasi materi yang disampaikan. Artinya seorang Guru
harus pandai memberikan variasi di dalam kelas. Variasi ini dapat dilakukan
dengan mengubah suasana belajar siswa di kelas setiap minggu, atau setiap hari
atau setiap durasi waktu tertentu yang kesemuanya bergantung pada Guru
pengajar. Contoh dari variasi ini adalah penentuan berapa lama materi itu
disampaikan, apakah disampaikan dalam satu kali tatap muka, ataukan dua kali,
apakah disampaikan dalam model ceramah ataukah kerja kelompok, dan apakah
tatanan meja, kursi di kelas di rubah ataukah tidak. Guru yang baik selalu
paham akan hal ini, sehingga ketika dia masuk ke dalam kelas, siswa tidak akan
mudah untuk menebak apa yang akan mereka kerjakan pada setiap pertemuan karena
Guru tersebut selalu membawa kejutan-kejutan yang berupa kegiatan belajar yang
berbeda.
Sedang inti dari pertanyaan terakhir adalah
Guru harus dapat mengecek materi yang telah disampaikan kepada siswanya. Apakah
materi tersebut sesuai dengan kurikulum, apakah tidak ada kesalahan konsep ketika
materi itu disampaikan, dan apakah mutu materi yang disampaikan selevel dengan
mutu materi yang disampaikan di sekolah lain. Hal seperti ini tidak mungkin
dapat dilakukan oleh seorang Guru yang hanya asal mengajar saja. Butuh hati
”legawa” untuk menyadari bahwa tugas Guru bukan hanya menyampaikan saja, namun
juga harus mampu mempertanggungjawabkan apa yang telah disampaikannya.
Seperti pedagang yang memiliki kebutuhan
untuk ”kulakan” ketika barang dagangannya habis, seorang Gurupun dituntut
demikian. Seorang pedagang tidak akan mungkin berjualan jika tidak ada barang
yang akan dijual. Ketika kehabisan stok barang dagangan, pedagang tersebut akan
kulakan ke distributor atau ke toko grosir. Baru setelah pedagang itu kulakan,
ia akan dapat berjualan lagi. Demikian juga seorang Guru. Ia tidak akan dapat
mengajar dengan baik jika ia hanya mengandalkan pengetahuan yang diterima dari
kuliah S1-nya saja. Padahal jaman telah berubah. Siswa jaman sekarang lebih
hebat dan maju dari siswa jaman dahulu.
Jika Guru hanya mengandalkan ilmu yang ia
dapat di bangku kuliah saja, ia akan disalip siswa-siswinya. Untuk mengatasi
ini, Guru harus kulakan ilmu baru. Kulakan ini dapat dilakukan dengan membeli
buku-buku baru untuk dibaca ataupun dengan mudahnya media dari Internet yang
sekarang sudah menjamur. Hal ini sangat baik dilakukan untuk mengetahui
perkembangan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan bidangnya. Ia juga bisa
mengikuti berbagai kegiatan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kompetensi
Guru seperti seminar dan workshop. Diskusi dengan rekan seprofesi, dengan rekan
senior atau dengan pakar sangat membantu proses kulakan ilmu ini. Cara kulakan
ilmu yang terakhir dan paling efektif dengan melanjutkan kuliah ke jenjang yang
lebih tinggi lagi.
Secara umum, ada tiga bekal yang harus
dimiliki seseorang untuk dapat menjadi seorang Guru yang baik. Tiga hal ini
apabila dimiliki seseorang yang bermaksud untuk menjadi seorang Guru akan
mengantarkan orang ini mendapatkan kesuksesan dalam proses pengajarannya.
Tiga
bekal yang dimaksud di sini adalah:
(1)
kompetensi yang cukup
(2)
kreatifitas yang memadai sehingga gaya mengajarnya Guru tersebut bervariasi
(3)
memiliki sifat ikhlas dan mau mendoakan kesuksesan pada anak didiknya.
Seorang Guru tidaklah harus seseorang yang
cerdas, brillian dan mampu menguasai seluk beluk keilmuannya sampai detail.
Untuk menjadi Guru bahasa Inggris seseorang tidak harus mengetahui segala
kosakata yang ada di kamus Oxford, atau juga bagian-bagian perhalaman yang ada
di buku grammarnya Betty S. Azar. Demikian juga Guru biologi. Dia tidak harus
mengetahui semua nama latin tumbuhan yang ada di dunia. Guru Komputerpun juga,
sama, tidak perlu mampu menguasai seluruh bidang komputer yang ada. Andaikata
ada orang yang dapat melakukan ini, ini adalah nilai lebih yang wajib
disyukuri. Namun secara umum, menjadi Guru tidaklah butuh hal yang terlalu
menakjubkan seperti yang telah disebutkan. Syarat tersebut cukuplah mudah. Ia
harus memiliki kompetensi yang cukup yang berhubungan dengan keilmuannya dan
yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Andaikata seseorang telah paham inti
darikeilmuannya dan mampu menerapkan inti keilmuan tersebut untuk memecahkan
banyak sekali soal yang berhubungan denga keilmuannya, maka inipun sudah cukup.
Apalagi juga orang tersebut juga paham dasar-dasar pendidikan, yaitu tentang
perangkat pengajaran seperti kurikulum, slabus dan rencana pengajaran, ataupun
tentang metode pembelajaran seperti CTL, Cooperative Learning hingga Quantum,
maka semua itu sangat menunjang.
Seorang Guru juga harus memiliki jiwa
kreatifitas yang tinggi, karena jiwa kreatifitas disini akan mendorong dia
untuk menemukan berbagai model pembelajaran atau metode baru yang cocok
diterapkan di kelasnya. Dari jiwa ini ia akan mampu menemukan berbagai macam
problem solving yang berhubungan dengan permasalahan siswa ketika berada di
kelas, di sekolah, maupun di luar sekolah.
Kreatifitas ini akan membuat Guru mampu menemukan cara mengajar yang
baik, cara membuka kelas yang elegan, cara membuat dan melakukan assesmen yang
praktis, cara memberikan tugas yang cantik namun tidak memberatkan, cara
memimpin diskusi di kelas dan membuat anak-anak aktif menyampaikan ide mereka,
cara memberikan hukuman yang bijak dan banyak lagi lainnya. Kreatifitas yang
dimiliki seorang Guru akan membuat dia menjadi terlihat beda diantara Guru yang
lain, dan inilah yang akan membuat siswa selalu rindu untuk berjumpa dengan
mata pelajarannya.
Yang terakhir dari bekal yang harus
dimiliki seorang Guru adalah sifat IKHLAS. Sifat ikhlas inilah yang jarang dimiliki
Guru dewasa ini. Apalagi Guru yang sudah terSERTIFIKASI. Mereka seolah hanya
mementingkan 24 jam sebagi syarat penerimaan tunjangan. Mereka juga seolah
memandang sebelah mata dengan Guru yang belum sertifikasi. Inilah yang bisa
menjadikan tenggang rasa menjadi berkurang antara Guru Senior dan Guru Junior.
Hanya beberapa orang memang yang mampu memahami ini dengan bijaksana. Apalagi
ketika paham kapitalisme laku keras, maka dunia pendidikan terkena imbasnya.
Demikian juga Guru. Banyak sekali jiwa Guru mulai terpengaruh paham ini sehinga
niat mereka mengajar menjadi tidak tulus. Banyak diantara mereka merasa apa
yang mereka sampaikan tidaklah setimpal dengan gaji yang mereka terima,
sehingga akibatnya ketika mereka berada di kelas mereka tidak Allout atau
Total. Kadang mereka menyampaikan materi tapi tidak dengan sepenuhnya.
Tujuannya adalah agar sebagian dari materi ini dapat mereka sampaikan di les.
Dengan memberikan les, mereka dapat tambahan penghasilan. Perubahan paradigma
ini jelas meresahkan. Dengan adanya perubahan ini, kualitas pembelajaran
menjadi berkurang. Semangat dan motivasi kelas juga melemah. Dan ini semua
terjadi karena Guru melupakan aspek yang sangat penting dalam hidup mereka
yaitu aspek ikhlas. Andaikata Guru ikhlas mengajar, maka keikhlasan ini akan
memberikan semangat yang tanpa batas pada Guru untuk berusaha keras membuat
anak didik mereka paham akan materi yang disampaikan. Semangat keikhlasan ini
akan mampu meluluhkan hati dan jiwa keras anak didik mereka. Apalagi jika
ditambah dengan kemauan Guru untuk mendoakan anak didik mereka untuk sukses,
maka aspek spiritual ini menjadi penyempurna kelebihan Guru. Guru akan terlihat
istimewa, bercahaya dan berwibawa di mata anak didiknya.
Bisakah kita menjadi semua ini, Allahu Alam.
Bisakah kita menjadi semua ini, Allahu Alam.
Sangat mengena pak us
BalasHapus